Minggu, 18 Oktober 2009

ANEKDOT TURIS
Tadi dikatakan bahasa Kutai dapat mengacaukan penalaran orang pengguna bahasa Indonesia. Contoh, perhatikan bicaranya. ‘’Macam mana KITA tu?’’ (Kutai). Bandingkan, ‘’Piye to SAMPEYAN iku?’’ (Jawa) – ‘’Gimana sih ANDA itu?’’ (Indonesia). Jelasnya, bahwa kata Kita = Sampeyan. Dan kata Kita (Indonesia) tidak bermakna sama dengan ‘’Kita’’ Kutai.
Shalley Lodge cewek turis dari New Zealand, suatu hari masuk gedung bertingkat yang bertuliskan SURABAYA POST. Di lantai atas dia hanya menemukan satu loket. ‘’Apakah ini Kantor Pos?...’’ tanyanya. KASIR balik bertanya, kamu wartawan mana? Loket ini sebetulnya untuk ambil honor artikel dan gaji pekerja Suratkabar.

Dia lantas naik becak (yang narik kebetulan orang Madura) menuju Kantor Pos. Karena bawa kamera dan ngajak foto bareng dia kemudian diturunkan di depan kantor JAWA POS, dipojok Jembatan Merah.
‘’Lho, ini kan Jawa Pos? Aku mau ke Kantor Pos!’’ – dijawab si penarik becak, Jawa Pos Kantor Pos ‘’Itu sama saja. Sama POS-nya!.’’ Dia dipaksa bayar dan turun di situ.
Kekacauan logika ini apakah juga terjadi pada bahasa Kutai?

TURIS BAHASA GAUL
Enjoy JAKARTA. Sparkling SURABAYA. Bikin tamu Haloturis tadi, Shalley Lodge gemar ngomong Indonesia. Bahasanya sederhana banget, ujarnya. Ketika pertamakali dia ke Yogyakarta masih pakai ‘’bahasa bisu’’. Terus ke Bali. Selang seminggu balik lagi dan sudah lancar bicara Indonesia. Ini bikin dia betah berlama-lama. Saking akrabnya sama tetangga (di KAMPUNG TURIS dekat Malioboro) dia lupa, entah sudah berapakali berlibur ke Jawa Bali.
Di Jakarta, berkat FESTIVAL KEMANG agaknya para turis jadi menyukai ‘’bahasa gaul’’. Mereka bisa ngomong Loe-Gue Nyokap-Bokap – gaya selebritis, berakar pada Betawi. Itu lebih keren ketimbang gremer Indonesia yang baik dan benar. Arek Suroboyo juga kena pengaruhnya.
Tingkat kerennya memang kayak HAJI BOLOT komedian Lenong. Selalu pakai asoseris rantai-saku dicelana, trend anak gaul. Mungkin itu sebabnya dialog SINETRON (di 11 stasiun TV – Radio – Media Cetak – SMS) pada ketularan bahasa Bolot!.

KUTAI-DAYAK
Di Kutai – umumnya di luar Jawa – orang memang suka bercermin ke Jakarta, kampung metropolis. Fenomena Haji Bolot tadi agaknya disikapi H.A.BAHRAH. Budayawan yang mantan pegawai Kantor Kuning (sekretariat) di Keraton Kutai Kartanegara itu lantas menawarkan bahasa Kutai sebagai ‘’bahasa turis’’ – minimal begitu. Untuk bekal mereka menjelajah rimba-budaya Kalimantan.
KAMUS KUTAI pun disusun. Dan buku INTRODUKSI ‘’Bahasa Kutai Umum’’ diterbitkan (2003). Merupakan arsip Pusat Bahasa Nasional di Jakarta. Dikatakan Haji Bahrah (82) bahwa, ‘’Ini panduan praktis bahasa Kutai. Mudah, karena dimengerti oleh banyak suku Dayak.’’
Sub-suku Dayak itu adalah: Bahau–Bentian–Benuak–Kenyah–Modang–Punan–Tunjung (serta puak-puak lainnya) Kedang–Lampong, dan MELANTI (dialek Kutai Tenggarong) Pahu–Pantun.
Dialek Melanti itulah fakta sejarah. Bahwa ia kemudian disebut Bahasa Kutai Umum (BKU). Adalah aset bangsa, bagian dari Peta Bahasa-bahasa Nusantara. Karena hingga tahun 1951 oleh Pemerintah Daerah Istimewa Kutai Kartanegara BKU digunakan sebagai medium komunikasi dengan seluruh rakyatnya.
Bandingkan, bagaimana hari ini perlakuan terhadap bahasa Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta? Apalagi sekarang bahasa daerah diajarkan sebagai muatan lokal disekolah Tetapi di Kalimantan Timur justeru terlontar ide pengganti yaitu bahasa Inggris.

ERAU KERATON KUTAI
Upacara Adat Keraton Kutai Kartanegara (istilahnya érau) memang belum teragendakan dengan baik. Belum menjadi obyek tujuan pariwisata seperti SEKATEN di Yogyakarta, atau inclusive event ‘’Hari Raya Nyepi’’ di Bali. Tak sepopuler Festival Kemang Jakarta.
Padahal bahasa Kutai – medium upacara adat – itu ada sejak tahun 1300 M.
Struktur bahasanya cukup lengkap. Hampir sama dengan Indonesia, memiliki kosa-kata yang banyak persamaan dengan Melayu. Sastranya cukup lengkap, literaturnya sangat menunjang. Penuturnya tersebar di wilayah kesultanan seluas + 97.931 km2.
Meskipun prasasti Palawa ada di Kalimantan bahasa Kutai tidak punya aksara. Contoh yang sama Dayak dan Madura. Lain halnya bahasa Bugis dengan ’’paku’’nya, Jawa dengan Honocoroko-nya.

TARGET MALAYSIA
Sementara kebudayaan Malaysia dan industri pariwisatanya sangat berkepentingan di Kalimantan. Sejumlah perusahaan asing beroperasi sejak zaman kolonial. Termasuk sindikat bisnis yang berpusat di Hong Kong. Baru periode tahun belakangan masuk Singapore, Malaysia, RRC – selain kekuatan ekonomi Eropa. Sehingga dikenal adanya kontraktor minyak KALTIM SHELL N.V. – AMOSEAS INDONESIA Inc. (1972-1980). Dibangun pula Kilang LNG Bontang dan PT PUPUK KALTIM.
Bagi pribumi Kalimantan agaknya bahasa Malaysia menjadi penting. Tak heran produk industrinya, makanan dan bawang masuk hingga ke pasar Balikpapan. Mungkin karena itu bahasa Kutai (pasca 1960) pantaskah ‘’dilenyapkan’’ di tengah serbuan multi-etnik? Ketika hutan tropik terbesar di dunia itu telah ludes digunduli. Ketika di situ Malaysia punya target.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar